Misteri ikan keramat di lubuk larangan

Lubuk larangan, adalah lubuk yang terletak di aliran sungai. Sungai ini mengalir dari hulu hutan nan rimbun. Hutan itu adalah hutan desa pertama di indonesia. Dinamakan hutan desa dikarenakan warga desa setempat diperbolehkan mengambil hasil non kayu didalam hutan. Peraturan ini secara resmi di sahkan oleh menteri kehutanan.

Kembali lagi mengenai lubuk larangan. Konon, beberapa puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu, hiduplah ikan keramat yang diberi nama ikan semang. Lambat laun, populasi ikan semang ini semakin menipis karena penangkapan yang tanpa aturan. Untuk menjaga kelestariannya, Maka dari itu, oleh tokoh desa dan ninik mamak setempat, dibuatlah sebuah lubuk larangan, isinya mengenai penangkapan ikan semang. Barang siapa yang menangkap ikan semang di lubuk larangan, maka akan mendapat tuah.

Menurut cerita warga setempat, dulu ada pejabat yang berkunjung dan menangkap ikan semang di lubuk larangan, beliau lalu memasak dan memakan ikan tersebut, tak berselang waktu lama, beliau muntah2 dan mengeluh sakit perut.

Namun daripada itu, ada waktu2 tertentu warga boleh memanennya, sesuai kesepakatan warga desa setempat.

Lubuk larangan ini berada di desa lubuk beringin, kecamatan bhatin III ulu kabupaten muaro jambi propinsi riau.

Sekarang, populasi ikan keramat itu sudah mulai banyak, karena sungainya dangkal, ikan ini terlihat jelas, dan ini menjadi salah satu destinasi wisata bagi warga kabupaten muaro jambi.

ikan keramat

Ikan keramat

Karena pada hari libur dan hari besar selalu dikunjungi wisatawan dari dalam maupun luar daerah.

lubuk larangan

Lubuk larangan

Selain itu, desa ini juga sering kedatangan tamu dari luar negeri yang hanya sekedar melihat lihat isi dari hutan larangan. Dan juga mahasiswa/i kkn.

tmp_4784-img_20161019_15131484409382

 

Bagikan saja, itu tidak berat

kisah kelam jembatan ratu belanda, di sarolangun

Jembatan Beatrix atau yang kerap di sebut masyarakat sebagai Beatrix Brug, sudah tak lagi asing  bagi masyarakat Provinsi Jambi, terutama di Kabupaten Sarolangun.
Jembatan yang menyimpan cerita penderitaan rakyat Jambi saat penjajahan Belanda ini, terus dibenahi untuk mempertahankan cerita sejarah sekaligus mempercantik daerah.

jembatan beatrix di siang hari

Membentang di atas Sub-DAS Batanghari, Sungai Batang Tembesi Sarolangun, pembangunan jembatan Beatrix memiliki sejarah kelam. Jembatan tersebut, dibangun atas ribuan rakyat Jambi yang dipaksa bekerja paksa atau rodi.

Meski kekinian tak lagi menjadi jalur utama, jembatan yang memiliki panjang kurang lebih 100 meter dengan lebar lima meter, menjadi satu penghubung alternatif Kampung Sri Pelayang dan Pasar Bawah Sarolangun.
Dari penuturan warga sekitar, jembatan ini dibangun hampir belasan tahun lamanya yang dimulai sejak 1923 hingga diresmikan pada tahun 1939.

Penamaan Beatrix sendiri, menurut cerita turun temurun, kemungkinan disadur dari nama Beatrix Wilhelmina Armgard, yang menjadi Ratu Belanda.

Bukti sejarah jembatan ini, hanya tersaji pada prasasti pahatan batu granit sepanjang 40 cm dengan lebar 30 cm di pangkal jembatan bagian selatan bila ditempuh dari Sri Pelayang.
Meski berumur puluhan tahun, Jembatan Beatrix tampak masih berdiri kokoh. Hiasan lampu dan pewarnaan setiap ruas lengkungan semakin menambah keindahan jembatan Beatrix di malam hari.

Cerita lain dituturkan Ega, warga Sarolangun. Sekitar enam tahunan silam, di pinggiran Sungai Batang Tembesi di bawah jembatan Beatrix saat senja dipenuhi warga mandi dan berenang laiknya kolam renang.
“Dulu airnya jernih dan tenang. Kalau sore hari ramai orang pada mandi. Sambil bawa ban bekas untuk berenang. Cuma semenjak ada orang hanyut, jadi gak berani lagi mandi,” terangnya, Minggu (13/4/2014).

Sejarawan Jambi Junaidi T Noor memaparkan, Beatrix Brug merupakan benda cagar budaya peninggalan masa Kolonial Belanda, yang sangat lekat dan tak bisa dipisahkan dari rakyat Indonesia.

“Penjajah Belanda, ketika hengkang dari Sarolangun, meninggalkan sarana transportasi. Kehadirannya erat dengan kita. Sebab gambaran dimasa lalu, ada di sana. Saat membuat Beatrix Brug, tenaga kerja pribumi, dipaksa melalui kerja rodi,” katanya.

artikel ini saya ambil dari tribunnews. rupanya kelam nian ceritanya.

sementara itu saya baru pulang dari bengkulu, dan melintas di Sarolangun sekitar jam 2-3 pagi.
saya melihat jembatan nan indah itu di hiasi lampu warna warni.

rasanya ingin singgah dan menyempatkan makan mie rebus karena kelaparan. tapi karena faktor X , tidak bisa singgah disitu.

ah, lain kali, aku akan singgah dan ber foto selfie biar kekinian seperti abegeh-abegeh…

beatrix di malam hari

Bagikan saja, itu tidak berat

sejarah propinsi riau

Tugu Proklamasi Riau
Tugu Proklamasi Riau

Nah, mumpung lagi sibuk kerja, jadi iseng manfaatin waktu sibuk ini buat baca-baca sejarah. Gara-gara berfoto di tugu proklamasi Riau, Saya jadi penasaran bagaimana sejarah Propinsi Riau. FIY , tugu Proklamasi Riau itu bukan di ibukota (pekanbaru) loh. Tapi berada di Tanjung Pinang, pulau bintan. lah kok bisa sih, menurut investigasi saya sendiri melalui mesin google, akhirnya nemu sejarahnya. mari kita kupas tajam setajam tatapan matamu, iya.

Riau diduga telah dihuni sejak masa antara 10.000-40.000 SM. Kesimpulan ini diambil setelah penemuan alat-alat dari zaman Pleistosin di daerah aliran sungai Sungai Sengingi di Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Agustus 2009.Nah, kalo saya ceritakan sejarah ini, bisa-bisa metalica rilis album religi baru kelar ceritanya. Oke, ini kejauhan. disini juga saya gak akan cerita bagaimana sejarah Riau, kalian bisa baca di https://id.wikipedia.org/wiki/Riau#Sejarah . Punya internet kan ? 😀

Saya cuma menceritakan kenapa tugu Proklamasi Riau itu didirikan di Tanjung Pinang, Pulau Bintan. Kenapa tidak di Pekanbaru sebagai Ibu kota Propinsi Riau. Karena eh karena tugu yang di dirikan 29 Desember 1949 itu sebagai simbol mengenang bahwa dilokasi itulah untuk pertama kali dikibarkan bendera merah putih dan pembacaan teks Proklamasi kemerdekaan RI di Tanjung Pinang setelah sempat Galau mau ikut Singapura atau NKRI.

tugu proklamasi riau
tugu proklamasi riau

Seperti biasa, jika berkunjung ke suatu tempat, tidak lupa untuk berwisata kuliner. setelah muter-muter di kota Tanjung Pinang, yang saya temui hanya satu kuliner khas Pulau bintan ini.
ini dia penampakannya.

Otak-otak
Otak-otak

terbuat dari ikan laut yang di apain saya kurang tau, kalo dijawa bisa disebut PEPES..

Bagikan saja, itu tidak berat