Peran (tidak) aktif kontribusi IT di tingkat desa, desa tertinggal malah

kalau melihat beranda sosial media, banyak seliweran riset-riset, event-event, lomba dan berbagai kegiatan dari rekan-rekan yang hampir seluruhnya berkecimpung di dunia IT. mulai dari programming, hacking, networking, robotika dan lain-lain. berbagai hasil pun di show off kan di sosial media.

minder sih, sebagai orang yang kurang ilmu, ditambahkan labil ekonomi yang membuat konspirasi hati, ahh.. entahlah… saya hanya bisa berbuat hal kecil.
berhubung saya bekerja sebagai kuli ketik di salah satu instansi pemerintahan yang tugasnya mendampingi desa-desa yang memfokuskan pada desa tertinggal, sedikit banyaknya saya telah paham apa yang dimaksud dengan desa tertinggal.
dikatakan tertinggal itu memiliki indikatornya, mungkin perkembangan ekonomi atau apalah, itu orang-orang diatas sana yang menentukan indikatornya, la saya kan cuma kuli ketik.
nah, desa-desa tertinggal ini membutuhkan berbagai pelatihan untuk bisa meningkatkan keterampilan sumber daya manusia untuk mengolah sumber daya alam disekitarnya. makanya ada pelatihan pengolahan hasil pertanian, pengolahan lahan, hortikultura, kewirausahaan dan lain-lain.

saya, yang berlatar belakang IT yang sekarang nyasar ke desa-desa tertinggal tentunya ingin juga berkontribusi kepada masyarakat. bukan, bukan ingin membuatkan robot untuk mencangkul sawah, atau membuatkan jaringan 5G di desa terpelosok, atau membuatkan sistem panen otomatis dengan visual basic. hal itu terlalu tinggi, bahkan untuk sebuah mimpi.

jadi, beberapa waktu lalu ada pelatihan hortikultura disalah satu desa di kepulauan riau, saya cuma bertugas mendampingi saja, ada instruktur yang memang sudah ahli di bidang hortikultura yang mengajar. disela-sela istirahat, beberapa peserta pelatihan bertanya kepada saya, mengenai hama yang menyerang tanaman mereka. bertanya bagaimana bisa terjadi dan bagaimana cara pencegahannya. saya yang tidak mengerti blas masalah hortikultura harus dicerca oleh pertanyaan seperti itu, bisa apa saya?
tapi saya tidak tinggal diam, kebetulan saya membawa smartphone cina KW 5 saya. ya biarpun gak bisa untuk selfie karena kameranya yang jelek, tapi bisalah untuk sekedar brosing dan cari informasi. hehehehe…
oke, kembali ke leptop. kebetulan disana ada sinyal edge, bagi anak perkotaan, sinyal edge itu seperti siput jalan yang menggendong neneknya. seperti teman saya dijakarta yang menelpon saya

hei, dipekanbaru blom masuk 4G ya? hahahaha (tertawa ngejek)

tapi didesa ini, sinyal edge itu sudah seperti karunia. membayangkan disebuah pulau ada sinyal internet itu seperti dapet wangsit.
mulanya, saya memperkenalkan internet kepada beberapa warga, apa itu internet, kegunaan dan dampaknya. sampai disini, mereka masih terlihat sangat antusias, mungkin ini hal baru bagi mereka. ada pelatihan IT di sebuah desa tertinggal. walaupun pelatihannya nyisip-nyisip, hehehe….
kemudian saya memperkenalkan search engine, atau mesin pencari.  nah disini puncaknya.
saya mengatakan kepada mereka, di mesin pencari, bisa ditemukan informasi apa saja yang di butuhkan, apasaja,

bapak, tadi tanya apa pak ? mengatasi hama babi ya ? oke, mari kita ketik di mesin pencari. cara mengatasi hama babi. tuh kan muncul, ada banyak lagi, dari sini ada info yang bisa dipelajari lebih lanjut. gimana? menarik kan ? bapak bisa cari apa saja disini, termasuk cara mengatasi istri yang suka uring-uringan. hahahaha.. semua tertawa.

 mereka lebih antusias lagi, dengan adanya internet, bisa membantu banyak hal bagi kehidupan masyarakat tingkat bawah sekalipun.
jujur, saya sangat bahagia jika ilmu saya bisa berguna bagi orang lain. termasuk hal-hal sekecil ini yang mungkin bagi mereka sudah merupakan hal besar.
mengenai harapan, saya ingin disetiap desa ada internet. ada pelatih, dan ada pendamping untuk ini. jadi, jangan lagi ada yang namanya ketertinggalan informasi, karena sebenarnya informasi dapat diakses darimana saja. padahal, jika diadakan pelatihan teknologi informasi, bukan tidak mungkin, sebuah desa mampu berkembang secara mandiri, tinggal manusianya saja yang mau atau tidak.

mengenai judul diatas ? “Peran (tidak) aktif kontribusi IT di tingkat desa, desa tertinggal malah” memang tidak aktif, selain belum ada wacana dari pemerintah untuk menggalakkan teknologi informasi di tingkat desa, pelatihan juga brlum ada, dan saya juga jarang pergi ke desa-desa tertinggal, sekali lagi, saya cuma kuli ketik, jadi kebanyakan stay at office lah…hahahaha

sudah ah, sudah malam, mau bobok dulu, hehehehe…
jangan lupa dishare ya

Bagikan saja, itu tidak berat

my trip my adventure, versi seharusnya

nah,, naaaaahhh….

bro, kalo denger “my trip my adventure” , rasanya seperti anak bebas, petualang, anak gaul, update.
rasanya seperti penjelajah gitu ya. rasanya seperti berpetualang di survival gitu ya bro. kerenlah pokoknya.

bisa tau daerah-daerah menakjubkan yang kemudian dirusak di indonesia. wisata alam dan berbagai keindahan lainnya. menjelajah pake kamera GoPro supermahal, gak lupa update di sosial media biar yang laen ngiri. nginepnya di hotel mewah, pokoknya kerenlah…..

sampe-sampe banyak tuh kaosnya beredah dipasaran dengan tulisan my trip my adventure, ada juga dengan tulisan national geograpic

sumber : bukalapak.com

nah, fenomena alam yang menghebohkan ini juga memiliki banyak sindiran, karena ya mereka gak ngerti makna dari adventure itu sendiri.

sumber : jengat.com

nah, saran untuk kalian yang pengen di bilang my trip my adventure sejati, coba deh trip-trip-an ke jalanan desa-desa tertinggal, ngelewati jalanan super licin. nginep bermalam-malam disana.

NO LISTRIK, NO AIR BERSIH, NO MAKAN ENAK, NO KASUR EMPUK, NO JALANAN MULUS,
NO WOMEN, NO CRY…………

seperti ini nih my trip my adventure, versi seharusnya….

Bagikan saja, itu tidak berat